Di balik keindahannya, puspa langka Rafflesia Arnoldii
menyimpan mitos mengerikan yang dipercaya masyarakat Provinsi Bengkulu,
terutama masyarakat suku Rejang dan Suku Serawai.
Masyarakat Suku Rejang mendiami daerah perbukitan yang
membentang dari Kabupaten Bengkulu Tengah, Kepahiang, Rejang Lebong, dan
Lebong. Daerah-daerah itu habitat Rafflesia Arnoldii.
Sumber:news.liputan6
Sebagian warga setempat menyebut bunga ikon Bengkulu itu
sebagai bunga Bokor Setan. Sebagian lainnya menyebutnya sebagai Ibeun Sekedei
atau Cawan Hantu. Penamaan itu merujuk bentuk bunga yang menyerupai bokor atau tempat
sirih.
Suku Rejang memercayai bunga tersebut sebagai bokor sirihnya
para penunggu hutan, baik itu berupa makhluk mistis maupun hewan buas, seperti
harimau. Karena itu, warga Suku Rejang dulunya sangat menghindari bunga
Raflesia di tengah hutan.
"Takut terjadi bala. Karena kalau ada bunga itu di
dekat desa atau di pinggir hutan, berarti ada harimau atau setan," ujar
Saukani Maryanto, warga suku Rejang Utara, kepada Liputan6.com, Kamis
(11/2/2016).
Mitos hantu, setan, hingga harimau yang begitu kuat melekat
di benak suku Rejang membuat warga selalu menyingkir jika bertemu bunga itu.
Tidak ada warga yang berani mengusik karena mereka takut terkena bala. Karena
itu, bunga bangkai bisa berkembang baik di kawasan hutan Bengkulu.
Berbeda dengan Suku Rejang, warga Suku Serawai memberikan
nama berbeda bagi bunga raksasa tersebut. Masyarakat setempat menyebut Raflesia
Arnoldii dengan sebutan Begiang Simpai atau bunga monyet. Penamaan itu merujuk
pada keanehan bunga yang tumbuh tanpa musim.
Ketiadaan daun dan akar yang jelas dari bunga ini membuatnya
dipercaya sebagai bunga mistis. Sebagian warga menyimpulkan bunga itu selain
milik penunggu hutan, juga bunga yang muncul karena sisa makanan monyet.
"Umumnya warga Suku Serawai, tidak akan mengusik bunga
ini. Karena percaya bunga ini, kalau tidak membawa keberuntungan, pasti membawa
kesialan," ujar Noca Alinin, warga desa Ulu Talo Kabupaten Seluma.
Rafflesia Arnoldii adalah tumbuhan parasit obligat yang
terkenal karena memiliki bunga berukuran sangat besar, bahkan menjadi bunga
terbesar di dunia. Ia tumbuh di jaringan tumbuhan merambat (liana) tetrastigma
dan tidak berdaun sehingga tidak mampu berfotosintesis.
Diameter bunga ketika sedang mekar bisa mencapai 1 meter
dengan berat sekitar 11 kilogram. Bunga menghisap unsur anorganik dan organik
dari tanaman inang Tetrastigma.
Satu-satunya bagian yang bisa disebut sebagai
"tanaman" adalah jaringan yang tumbuh di tumbuhan merambat
Tetrastigma. Bunga mempunyai 5 daun mahkota yang mengelilingi bagian yang
terlihat seperti mulut gentong.
Di dasar bunga terdapat bagian seperti piringan berduri,
berisi benang sari atau putik, bergantung pada jenis kelamin bunga, jantan atau
betina. Hewan penyerbuk adalah lalat yang tertarik dengan bau busuk yang
dikeluarkan bunga.
Bunga hanya berumur sekitar satu minggu (5-7 hari) dan
setelah itu layu dan mati. Persentase pembuahan sangat kecil karena bunga
jantan dan bunga betina sangat jarang bisa mekar bersamaan dalam seminggu. Itu
pun kalau ada lalat yang datang membuahi.
Peneliti Bunga Rafflesia dari Universitas Bengkulu Agus
Setyanto menyebutkan parasit langka itu dikategorikan tumbuhan unik.
"Bunga ini memiliki siklus hidup mencapai lima tahunan
dan cuma memiliki masa mekar dari 3 hari hingga 8 hari," ujar Agus.
Bunga Rafflesia yang mekar umumnya akan mengeluarkan aroma
bangkai seperti daging busuk. Aroma inilah yang kemudian memancing lalat dan
serangga lainnya untuk penyerbukan. Setelah itu, mahkota bunga pun membusuk.
Bagian dasarnya akan membentuk buah dan biasanya ini akan
menjadi benih yang kemudian dimakan oleh sejumlah binatang hutan seperti
musang, tupai atau landak. "Sebab itu, bunga ini begitu unik dan
mengagumkan," ujar Agus.
Penamaan bunga raksasa itu tidak terlepas dari sejarah
penemuannya pertama kali pada 1818 di hutan tropis Bengkulu. Tepatnya di dekat
Sungai Manna, Lubuk Tapi, Kabupaten Bengkulu Selatan. Karena itu pula, Bengkulu
dikenal di dunia sebagai The Land Of Rafflesia atau Bumi Rafflesia.
Seorang pemandu yang bekerja pada Dr Joseph Arnold adalah
penemu bunga raksasa itu pertama kali. Dr Joseph Arnold sendiri saat itu tengah
mengikuti ekspedisi yang dipimpin Thomas Stamford Raffles. Karena itu penamaan
bunga itu menggabungkan nama Raffles dan Arnold.
Tumbuhan ini endemik di Pulau Sumatera, terutama bagian
selatan. Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) merupakan daerah konservasi utama
spesies ini. Sedangkan di Pulau Jawa, hanya tumbuh satu jenis Rafflesia, yaitu
Rafflesia Padma.
Baik Rafflesia Arnoldii maupun Rafflesia Padma sama-sama terancam
statusnya akibat penggundulan hutan yang dahsyat. Saat ini, bunga-bunga besar
itu masih mekar.
Sumber: liputan6
0 Response to "Ngeri... Mitos di Balik Indahnya Rafflesia Arnoldii"
Posting Komentar